Sektor Pertanian di Indonesia
Sektor Pertanian di Indonesia
1.
PDB sektor pertanian
(peternakan, kehutanan Selama
periode 1995-1997 & perikanan) menurun & sektor lain seperti menufaktur meningkat.
2.
Sebelum krisis moneter,
laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian 1999
semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output
pertanian disebabkan: kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing
turun Iklim lahan garapan petani semakin kecil Lahan rendah Kualitas SDM rendah.
Sistem perdagangan dunia pasca putaran
Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah
menimbulkan sikap optimis Penggunaan Teknologi & pesimis Negara LDC’s:
Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan
bebas didunia terbebas dari hambatan tarif Optimis & Semua
negara mempunyai kekuatan ekonomi yang
berbeda. DC’s mempunyai kekuatan Pesimis non tariff > LDC’s Perjanjain tsb
merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian,
industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sebagai akibat dari rendahnya
teknologi & SDM, sehingga
produk dari DC’s akan membanjiri
LDC’s
Butir
penting dalam perjanjian untuk
pertanian:
1.
Negara dengan pasar pertanian
tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik
secara bertahap menjadi 5% dalam jangka
waktu 6 tahun berikutnya
2.
Trade Distorting
Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk
LDC’s selama 6 tahun
3.
Nilai subsidi ekspor
langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun &
volumenya dikurangi 12%.
4.
Reformasi bidang
pertanian dalam
perjanjian ini tidak
berlaku untuk
negara miskin
Temuan
hasil studi dampak perjanjian GATT:
1.
Eropa Barat US $ 164 Milyar,
USA US$ 122 Milyar, LDC’s Perjanjian tersebut
berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun Skertariat GATT (Sazanami,
1995) & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36
% dan penurunan subsidi sektor
pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor
pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
2.
Sampai tahun 2002, sesudah terjadi
penurunan tarif Goldin, dkk (1993) & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata
pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0
dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
3.
Sektor pertanian
Indonesia rugi besar dalam
bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan
beras sebesar 29,70% dibandingkan dengan
Negara ASIAN Satriawan (1997)
4.
Global Trade Analysis
Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA Feridhanusetyawan, dkk (2000)
& APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi
(kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian
diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan
putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan
pajak domestik
& subsidi sektor
pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s
b. Penurunan
pajak/subsidi ekspor sektor
pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s
c. Pengurangan
border tarif untuk komoditi pertanian & non pertanian Liberalisasi
perdagangan berdampak negative bagi Indonesia terhadap produksi padi & non gandum. Untuk
AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi
jenis gandum lainnya (terigu, jagung & Indonesia menjadi produsen utama
pertanian di ASEANdan output kedelai). AFTA
pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik
40%.
sumber:
kuswanto.staff.gunadarma.ac.id
Komentar
Posting Komentar