octo, gurita merah yang pelit
Hoaaammm…
Octo masih mengantuk ketika Ibu membangunkan Octo dari tidurnya, “ayo Octo, bangun. Kamu tidak mau terlambat kan di hari pertamamu ke sekolah?”
Octo, gurita merah kecil itu hanya mengeliat dan mengubah posisi tidurnya sambil bergumam kepada ibunya, “lima menit lagi, Bu. Octo masih ngantuk.”
Ibu Octo menggeleng-gelengkan kepalanya. Octo, gurita kecilnya ini sudah dari tadi dibangunkan. Kebiasaan tidurnya yang sampai siang ini harus diubah karena Octo akan memasuki sekolah pertamanya dan tentunya akan bersekolah hampir setiap hari. Ibu Octo sudah berusaha membangunkan Octo dengan cara yang lembut, yaitu hanya mengguncangkan tubuh Octo sedikit dan menyuruhnya bangun. Tetapi sepertinya cara itu tidak mempan bagi Octo-nya, dan Octo pun selalu mengeluhkan “lima menit lagi, Bu”. Kalau sudah begini, saatnya menggunakan cara lebih keras.
“Baiklah gurita kecilku. Jika kamu memang tidak ingin sekolah, kamu bukanlah anak Ibu lagi. Silahkan kamu cari Ibu baru di luar sana!” ancam Ibu Octo. Ya, itulah cara kerasnya, hanya sebuah ancaman. Tetapi jangan salah, ancaman tersebut mampu membuat Octo bangun 100% dari tidurnya dan langsung menghadap ibunya.
“Baiklah, Ibu. Octo sudah bangun dan akan siap-siap pergi ke sekolah.” kata Octo panik. Octo memandang Ibunya dengan tatapan memelas, “Octo masih anak Ibu kan?” tanya Octo polos. “Octo tidak mau cari Ibu lain. Octo cuma sayang Ibu.” sambungnya lagi seperti ingin menangis.
Ibu Octo hanya tersenyum dan memeluk anaknya, “Iya, Octo tetap anak ibu. Tetapi harus janji, mulai sekarang Octo harus lebih rajin bangun pagi dan pergi ke sekolah. Janji?”
Octo kecil mengangguk dan menjawab, “Octo janji, Bu.”
“Sekarang Octo siap-siap ya. Karena ini hari pertama, Ibu akan menemani Octo berenang ke sekolah. Hari berikutnya Octo berenang dengan teman-teman baru Octo ya.”
“Baiklah, Bu.” Octo lalu pergi bersiap-siap untuk ke sekolah.
Hari pertama Octo pergi ke sekolah. Ternyata banyak juga yang bersekolah disini. Pasti banyak teman baru nih, pikir Octo. Hewan-hewan laut lainnya juga berenang bersama induknya masing-masing.
Ketika perkenalan di kelas, Octo memperkenalkan dirinya dengan suara yang keras, “nama saya Octo. Saya gurita merah. Saya datang ke sekolah ini bersama Ibu saya.” Seraya menunjuk Ibu nya yang sedang duduk. Teman-teman yang lain bertepuk tangan dan Octo merasa bangga akan hal itu.
Hari ini hanya perkenalan saja. Dalam waktu yang singkat Octo sudah mendapat teman baru, seperti Squid si cumi-cumi, Clam si kerang dan banyak lagi yang lain.
Hari-hari Octo, Si gurita merah kecil berlanjut. Octo mulai menikmati bersekolah. Dia termasuk hewan yang aktif dan juga cerdas di kelasnya. Setiap tugas yang diberikan oleh gurunya dapat dia selesaikan dengan mudah dan cepat. Tetapi hal tersebut membuat Octo sombong. Dia tidak mau mengajari temannya yang meminta bantuan kepadanya.
Ceritanya seperti ini. Suatu hari guru di kelas Octo memberikan latihan kepada anak didiknya untuk menyusun puzzle. Octo dengan mudahnya dapat menyusun puzzle dan dia hewan pertama yang selesai diantara teman-temannya yang lain. Squid si cumi-cumi yang tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat Octo meminta bantuannya untuk menyusun puzzle. “Octo, bantuin Squid dong nyusun puzzle nya.”
Octo berfikir sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya, “nggak mau. Itu kan mudah, masa minta bantuan Octo sih.” tolak Octo angkuh.
Begitulah, setiap ada yang meminta bantuan, Octo selalu menolaknya dengan angkuh. Lama-lama tidak ada lagi yang mau berteman dengan Octo. Mereka semua menjauhi Octo karena kepelitan Octo. Octo yang awalnya cuek, akhirnya merasa kesepian juga. Tidak ada teman yang mau berbicara dengannya. Octo juga sudah beberapa hari ini pulang sendirian ke rumahnya. Octo merasa sedih.
Ibu Octo yang melihat gurita kecilnya sedih lalu bertanya, “Octo, gurita kecil Ibu. Kamu kenapa nak, kok belakangan ini Ibu lihat kamu murung?” Octo menjawab pertanyaan ibunya sambil menunduk, “Octo tidak punya teman, Ibu.”
“Tidak punya teman? Bukankah awal-awal sekolah Octo punya banyak teman?” tanya Ibu heran. Octo mengangguk, “iya Ibu. Tetapi mereka sekarang sudah tidak mau berteman lagi dengan Octo.”
Ibu Octo hanya mengangguk, kemudian bertanya lagi, “pasti ada sesuatu yang Octo lakukan sehingga teman-teman Octo tidak mau lagi bermain bersama Octo. Coba ingat-ingat lagi, apakah Octo punya salah dengan mereka?”
Octo terdiam sejenak, berfikir sebentar. “hmm, mungkin karena Octo tidak mau membantu mereka mengerjakan tugas?” kata Octo lebih seperti pertanyaan kepada ibunya.
“Kenapa Octo tidak mau membantu mereka?” tanya Ibu lagi. Octo menatap Ibunya, “karena kalau Octo membantu mereka mengerjakan tugas, Octo takut mereka akan menjadi lebih pintar dari Octo, Ibu.”
Ibu Octo hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya yang polos itu. Ibu Octo lalu menatap Octo dengan penuh kasih sayang dan menjelaskan, “Octo sayang. Kamu seharusnya membantu teman-teman kamu yang meminta bantuan. Memang mereka akan mendapat ilmu dengan kamu membantu mereka, dan itu berarti ilmu yang kamu punya akan bermanfaat. Bahkan dengan kamu membantu teman-teman kamu, ilmu yang kamu dapatkan akan semakin bertambah dan bahkan membuat kamu semakin pintar.”
Octo menatap Ibunya tidak percaya, “benarkah Ibu? Jadi Octo akan bertambah pintar jika Octo membantu teman-teman?”
“Benar, Octo. Jadi besok bantulah teman Octo yang terlihat kesulitan dalam mengerjakan tugas. Besok, jangan lupa juga minta maaf dengan teman-teman Octo.” Kata ibu Octo lagi. Octo mengangguk kan kepalanya dan memeluk Ibunya. “Terima kasih ibu. Octo besok mau minta maaf sama teman-teman.” Octo lalu mencium Ibunya. “Octo sayang Ibu.”
Ibu menatap Octo dan balas menciumnya, “Ibu juga sayang Octo, gurita merah kecil ibu.”
Keesokan harinya ketika Octo berenang menuju sekolahnya, Octo melihat teman-temannya berenang mendahuluinya. Octo masih malu ketika ingin menyapa teman-temannya. Nanti saja ketika di sekolah, Octo akan minta maaf dengan mereka, pikir Octo.
Ketika di sekolah, Octo masih sendiri. Dia belum berani untuk menyapa teman-temannya hingga bel tanda masuk berbunyi. Apa yang akan Octo bilang pada mereka. Kalau mereka masih marah, bagaimana?
“Baiklah, sekarang kita akan menyusun kerikil-kerikil ini sesuai dengan bentuk yang ada di papan.” Kata-kata guru membuat Octo sadar dari lamunannya. Dengan sigap dan cepat Octo langsung mengerjakan apa yang diminta gurunya. Tidak butuh waktu lama, Octo telah selasai dengan tugasnya.
Octo melirik ke arah teman-temannya. Dilihatnya Squid si cumi-cumi masih menyusun kerikil-kerikil miliknya. Akhirnya Octo memutuskan untuk menghampiri Squid. “Mau Octo bantu, Squid?” Squid agak terkejut melihat gurita merah itu di sampingnya. “Bo.. boleh kalau Octo mau bantu.” Octo dengan senang membantu Squid menyelesaikan tugasnya.
“Maafin Octo, Squid. Octo nggak mau bantu Squid ketika ngerjain tugas waktu itu.” kata Octo kepada Squid. “Iya, Octo. Udah Squid maafin kok. Sekarang kita temenan lagi ya.” jawab Squid sambil tersenyum.
Sejak saat itu hubungan Octo si gurita merah dengan teman-temannya membaik. Octo selalu membantu teman-temannya yang kesulitan mengerjakan tugas, begitupun teman-temannya yang senang dengan kebaikan hati Octo. Mereka akhirnya sering bermain bersama di dasar laut biru yang indah.
Octo masih mengantuk ketika Ibu membangunkan Octo dari tidurnya, “ayo Octo, bangun. Kamu tidak mau terlambat kan di hari pertamamu ke sekolah?”
Octo, gurita merah kecil itu hanya mengeliat dan mengubah posisi tidurnya sambil bergumam kepada ibunya, “lima menit lagi, Bu. Octo masih ngantuk.”
Ibu Octo menggeleng-gelengkan kepalanya. Octo, gurita kecilnya ini sudah dari tadi dibangunkan. Kebiasaan tidurnya yang sampai siang ini harus diubah karena Octo akan memasuki sekolah pertamanya dan tentunya akan bersekolah hampir setiap hari. Ibu Octo sudah berusaha membangunkan Octo dengan cara yang lembut, yaitu hanya mengguncangkan tubuh Octo sedikit dan menyuruhnya bangun. Tetapi sepertinya cara itu tidak mempan bagi Octo-nya, dan Octo pun selalu mengeluhkan “lima menit lagi, Bu”. Kalau sudah begini, saatnya menggunakan cara lebih keras.
“Baiklah gurita kecilku. Jika kamu memang tidak ingin sekolah, kamu bukanlah anak Ibu lagi. Silahkan kamu cari Ibu baru di luar sana!” ancam Ibu Octo. Ya, itulah cara kerasnya, hanya sebuah ancaman. Tetapi jangan salah, ancaman tersebut mampu membuat Octo bangun 100% dari tidurnya dan langsung menghadap ibunya.
“Baiklah, Ibu. Octo sudah bangun dan akan siap-siap pergi ke sekolah.” kata Octo panik. Octo memandang Ibunya dengan tatapan memelas, “Octo masih anak Ibu kan?” tanya Octo polos. “Octo tidak mau cari Ibu lain. Octo cuma sayang Ibu.” sambungnya lagi seperti ingin menangis.
Ibu Octo hanya tersenyum dan memeluk anaknya, “Iya, Octo tetap anak ibu. Tetapi harus janji, mulai sekarang Octo harus lebih rajin bangun pagi dan pergi ke sekolah. Janji?”
Octo kecil mengangguk dan menjawab, “Octo janji, Bu.”
“Sekarang Octo siap-siap ya. Karena ini hari pertama, Ibu akan menemani Octo berenang ke sekolah. Hari berikutnya Octo berenang dengan teman-teman baru Octo ya.”
“Baiklah, Bu.” Octo lalu pergi bersiap-siap untuk ke sekolah.
Hari pertama Octo pergi ke sekolah. Ternyata banyak juga yang bersekolah disini. Pasti banyak teman baru nih, pikir Octo. Hewan-hewan laut lainnya juga berenang bersama induknya masing-masing.
Ketika perkenalan di kelas, Octo memperkenalkan dirinya dengan suara yang keras, “nama saya Octo. Saya gurita merah. Saya datang ke sekolah ini bersama Ibu saya.” Seraya menunjuk Ibu nya yang sedang duduk. Teman-teman yang lain bertepuk tangan dan Octo merasa bangga akan hal itu.
Hari ini hanya perkenalan saja. Dalam waktu yang singkat Octo sudah mendapat teman baru, seperti Squid si cumi-cumi, Clam si kerang dan banyak lagi yang lain.
Hari-hari Octo, Si gurita merah kecil berlanjut. Octo mulai menikmati bersekolah. Dia termasuk hewan yang aktif dan juga cerdas di kelasnya. Setiap tugas yang diberikan oleh gurunya dapat dia selesaikan dengan mudah dan cepat. Tetapi hal tersebut membuat Octo sombong. Dia tidak mau mengajari temannya yang meminta bantuan kepadanya.
Ceritanya seperti ini. Suatu hari guru di kelas Octo memberikan latihan kepada anak didiknya untuk menyusun puzzle. Octo dengan mudahnya dapat menyusun puzzle dan dia hewan pertama yang selesai diantara teman-temannya yang lain. Squid si cumi-cumi yang tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat Octo meminta bantuannya untuk menyusun puzzle. “Octo, bantuin Squid dong nyusun puzzle nya.”
Octo berfikir sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya, “nggak mau. Itu kan mudah, masa minta bantuan Octo sih.” tolak Octo angkuh.
Begitulah, setiap ada yang meminta bantuan, Octo selalu menolaknya dengan angkuh. Lama-lama tidak ada lagi yang mau berteman dengan Octo. Mereka semua menjauhi Octo karena kepelitan Octo. Octo yang awalnya cuek, akhirnya merasa kesepian juga. Tidak ada teman yang mau berbicara dengannya. Octo juga sudah beberapa hari ini pulang sendirian ke rumahnya. Octo merasa sedih.
Ibu Octo yang melihat gurita kecilnya sedih lalu bertanya, “Octo, gurita kecil Ibu. Kamu kenapa nak, kok belakangan ini Ibu lihat kamu murung?” Octo menjawab pertanyaan ibunya sambil menunduk, “Octo tidak punya teman, Ibu.”
“Tidak punya teman? Bukankah awal-awal sekolah Octo punya banyak teman?” tanya Ibu heran. Octo mengangguk, “iya Ibu. Tetapi mereka sekarang sudah tidak mau berteman lagi dengan Octo.”
Ibu Octo hanya mengangguk, kemudian bertanya lagi, “pasti ada sesuatu yang Octo lakukan sehingga teman-teman Octo tidak mau lagi bermain bersama Octo. Coba ingat-ingat lagi, apakah Octo punya salah dengan mereka?”
Octo terdiam sejenak, berfikir sebentar. “hmm, mungkin karena Octo tidak mau membantu mereka mengerjakan tugas?” kata Octo lebih seperti pertanyaan kepada ibunya.
“Kenapa Octo tidak mau membantu mereka?” tanya Ibu lagi. Octo menatap Ibunya, “karena kalau Octo membantu mereka mengerjakan tugas, Octo takut mereka akan menjadi lebih pintar dari Octo, Ibu.”
Ibu Octo hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya yang polos itu. Ibu Octo lalu menatap Octo dengan penuh kasih sayang dan menjelaskan, “Octo sayang. Kamu seharusnya membantu teman-teman kamu yang meminta bantuan. Memang mereka akan mendapat ilmu dengan kamu membantu mereka, dan itu berarti ilmu yang kamu punya akan bermanfaat. Bahkan dengan kamu membantu teman-teman kamu, ilmu yang kamu dapatkan akan semakin bertambah dan bahkan membuat kamu semakin pintar.”
Octo menatap Ibunya tidak percaya, “benarkah Ibu? Jadi Octo akan bertambah pintar jika Octo membantu teman-teman?”
“Benar, Octo. Jadi besok bantulah teman Octo yang terlihat kesulitan dalam mengerjakan tugas. Besok, jangan lupa juga minta maaf dengan teman-teman Octo.” Kata ibu Octo lagi. Octo mengangguk kan kepalanya dan memeluk Ibunya. “Terima kasih ibu. Octo besok mau minta maaf sama teman-teman.” Octo lalu mencium Ibunya. “Octo sayang Ibu.”
Ibu menatap Octo dan balas menciumnya, “Ibu juga sayang Octo, gurita merah kecil ibu.”
Keesokan harinya ketika Octo berenang menuju sekolahnya, Octo melihat teman-temannya berenang mendahuluinya. Octo masih malu ketika ingin menyapa teman-temannya. Nanti saja ketika di sekolah, Octo akan minta maaf dengan mereka, pikir Octo.
Ketika di sekolah, Octo masih sendiri. Dia belum berani untuk menyapa teman-temannya hingga bel tanda masuk berbunyi. Apa yang akan Octo bilang pada mereka. Kalau mereka masih marah, bagaimana?
“Baiklah, sekarang kita akan menyusun kerikil-kerikil ini sesuai dengan bentuk yang ada di papan.” Kata-kata guru membuat Octo sadar dari lamunannya. Dengan sigap dan cepat Octo langsung mengerjakan apa yang diminta gurunya. Tidak butuh waktu lama, Octo telah selasai dengan tugasnya.
Octo melirik ke arah teman-temannya. Dilihatnya Squid si cumi-cumi masih menyusun kerikil-kerikil miliknya. Akhirnya Octo memutuskan untuk menghampiri Squid. “Mau Octo bantu, Squid?” Squid agak terkejut melihat gurita merah itu di sampingnya. “Bo.. boleh kalau Octo mau bantu.” Octo dengan senang membantu Squid menyelesaikan tugasnya.
“Maafin Octo, Squid. Octo nggak mau bantu Squid ketika ngerjain tugas waktu itu.” kata Octo kepada Squid. “Iya, Octo. Udah Squid maafin kok. Sekarang kita temenan lagi ya.” jawab Squid sambil tersenyum.
Sejak saat itu hubungan Octo si gurita merah dengan teman-temannya membaik. Octo selalu membantu teman-temannya yang kesulitan mengerjakan tugas, begitupun teman-temannya yang senang dengan kebaikan hati Octo. Mereka akhirnya sering bermain bersama di dasar laut biru yang indah.
Komentar
Posting Komentar